2020 adalah tahun dimana banyak negara dihadapkan pada jurang resesi ekonomi. Wabah Covid 19 memaksa banyak perusahaan untuk ‘tiarap’ dulu menunggu situasi kembali pulih. Namun tentu saja manuver ‘tiarap’ ini tidak dapat selamanya dilakukan. Perusahaan perlu memutar otak untuk beradaptasi terhadap kondisi dunia yang baru.
Menurut Peter Drucker, tujuan bisnis sebenarnya adalah untuk menciptakan dan menjaga pelanggan. 2 aktivitas ini adalah tindakan ideal untuk dijalankan. Namun, apabila kita dihadapkan constraint tertentu sehingga hanya dapat optimal fokus pada salah satu aktivitas maka fokuslah pada aktivitas untuk menjaga pelanggan. Konsep ini dapat kita gunakan sebagai strategi untuk bertahan dalam periode covid saat ini.
Pemikiran ini saya peroleh dari salahsatu mentor saat saya internship di salah satu e-commerce di Indonesia. Retensi adalah usaha untuk memelihara pelanggan dalam hubungan jangka panjang. Aktivitas ini adalah common sense yang sering kali terlewat untuk dikerjakan. Tindakan menjaga retensi adalah tindakan yang berfokus pada efisiensi. Menurut HBR, aktivitas retensi mampu 5 hingga 25 kali lebih murah dibanding mendapatkan pelanggan baru. Dengan retensi pelanggan, perusahaan dapat mempertahankan profit dengan menghemat waktu dan resource yang ada.
Aktivitas menjaga retensi menjadi lebih mudah karena pelanggan telah mengetahui produk kita. Setidaknya, mereka telah merasakan manfaat dari value produk yang telah kita tawarkan. Kuantifikasi nilai retensi ini ditandai dengan churn rate. Churn rate adalah persentase pelanggan yang tidak lagi menggunakan produk/jasa perusahaan kita. Penghitungannya seperti berikut:
Churn rate dapat memberikan 2 sinyal kepada perusahaan yaitu parameter suatu aktivitas memberikan dampak yang baik atau buruk bagi pelanggan dan insight baru untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Sinyal pertama diperoleh dengan memperhatikan angka churn rate setelah perusahaan melakukan aktivitas atau metode tertentu untuk menarik atensi pelanggan. Angka churn rate yang rendah merupakan sinyal positif yang menandakan bahwa tindakan atau aktivitas yang perusahaan lakukan sesuai dengan keinginan pelanggan. Jika tinggi berarti indikasi adanya permasalahan. Lalu sinyal kedua, diperoleh dengan mengumpulkan data primer dari pelanggan. Perusahaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan apa saja yang dimiliki oleh perusahaan baik dari sisi produk yang ditawarkan ataupun fasilitas lainnya.
Seluruh insight ini dapat membuat perusahaan untuk memiliki proses bisnis sesuai dengan kebutan konsumen tiap periodenya. Seperti misal kita ambil kasus, terdapat sinyal churn rate tinggi pada perusahaan bioskop. Dilakukan interview langsung dan diperoleh bahwa konsumen menyukai film-film yang ditawarkan bioskop tersebut namun mereka masih memiliki ketakutan bahwa bioskopp dapat menjadi sumber penyebaran covid. Dari sini diambil sebuah kesimpulan dimana perusahaan butuh untuk melakukan penyesuain cara pelanggan menonton bioskop. Misal diciptakannya program layer tancap dimana pelanggan dapat menonton kembali bioskop menggunakan kendaraan pribadi merekea seperti mobil.
Akhir kata 1 hal yang bisa kita ambil dari tulisan diatas adalah pertahankan hubungan konsumen.
"Pertahankan hubungan konsumen"