Tahan Banting Hadapi Pandemi! – Strategi Pengelolaan Keuangan untuk Pelaku Usaha

Sudah lebih dari dua bulan kita hidup berdampingan dengan COVID-19. Memang bukan berdampingan dalam arti yang baik, mengingat selama itu juga kita telah dituntut untuk membatasi aktivitas di luar rumah sekaligus memutus interaksi antar manusia secara langsung dalam rangka meminimasi potensi penyebaran virus. Terlepas dari situasi pandemi yang mampu mengeluarkan sisi kreatif sebagian manusia untuk memanfaatkan peluang baru, tidak sedikit pula pelaku usaha yang masih bersusah payah untuk bertahan dalam situasi ini. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di hampir seluruh provinsi di Indonesia menjadi hantaman keras bagi para pelaku usaha terutama dari sisi penjualan dan pemenuhan kewajiban kepada para stakeholder.

Internal Defense, External Offense

Para pelaku usaha perlu memutar otak lebih keras untuk tidak hanya bisa keluar dari krisis ini hidup-hidup, tetapi juga untuk menjemput peluang-peluang baru yang berpotensi ditawarkan pasca pandemi. Berdasarkan pendapat para pakar yang dibagikan melalui sejumlah webinar selama PSBB berlangsung, strategi pengelolaan usaha dari sisi finansial dapat dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut:

1.Internal Defense #1 – COST Management

Bukan hal baru bahwa dalam posisi terjepit, manusia akan memiliki kemampuan untuk memikirkan hanya hal-hal yang benar-benar penting. Hal ini pun berlaku untuk biaya. Dalam kondisi pandemi ini, banyak para pelaku usaha yang pada akhirnya memikirkan kembali “apakah pengeluaran ini sebenarnya penting?” hingga “apakah usaha saya tetap dapat berjalan sekalipun pengeluaran ini tidak ada lagi?”. Pemikiran inilah yang akhirnya membawa kepada pertimbangan cost cutting, hingga bahkan cost elimination.

Pertanyaannya, di bagian manakah cost management sebaiknya dilakukan? Para pakar meyakini bahwa pengurangan item-item yang tergolong fixed costs dapat dijadikan langkah awal. Banyak pelaku usaha yang kini dituntut melakukan refleksi terkait apakah penyewaan ruang kantor atau bahkan toko masih termasuk krusial bagi kelangsungan aktivitas usahanya. Mereka mulai menyadari bahwa dengan dibantu sedikit kreativitas, ketiadaan fisik ruang kantor atau bahkan toko sekalipun bukanlah menjadi penghalang bagi bisnis untuk tetap produktif. Sebaliknya, penghematan dapat tercapai dan bukan tidak mungkin bahwa jumlah penghematan ini dapat direalokasikan ke item-item variable costs (misalnya untuk aktivitas pemasaran) yang mampu mendukung para pelaku usaha untuk mengeksplorasi peluang-peluang baru.

2. Internal Defense #2 – LIQUIDITY Management

Sejarah membuktikan bahwa peradaban manusia telah melalui sejumlah krisis yang tak ubahnya seleksi alam. Seleksi ini menyisakan sejumlah penyintas yang justru berhasil menjadikan situasi krisis sebagai jembatan untuk mencapai pertumbuhan yang lebih pesat lagi. Lantas apakah kesamaan dari para penyintas tersebut? Fundamental bisnis yang solid ditunjang dengan manajemen likuiditas yang baik menjadi jawabannya. Manajemen likuiditas yang dimaksud terdiri atas dua komponen yakni excess cash dan minimum debt. Menanggapi performa penjualan yang tidak optimal selama pandemi, excess cash dapat dicapai dengan kombinasi manajemen biaya dan manajemen aset yang efektif. Adapun untuk mengurangi hutang, para pakar sepakat menyebut penangguhan (deferral) hutang sebagai langkah yang efektif. Agar penangguhan dapat berjalan efektif, manajemen hubungan stakeholder turut menjadi penting sehingga renegosiasi kontrak dapat berjalan mulus.

Penangguhan juga diyakini merupakan langkah yang tepat untuk melengkapi cost cutting. Meski efektif untuk bertahan hidup, cost cutting dinilai tidak cukup fleksibel khususnya saat krisis telah berlalu dan seluruh bisnis dapat kembali beroperasi dengan kekuatan penuh. Pelaku usaha yang hanya berbekal cost cutting tanpa dilengkapi dengan penangguhan akan berpotensi tertinggal, atau bahkan tersalip oleh kompetitor saat kondisi kembali ke sediakala. 

3. External Offense #1 – Keep an eye for OPPORTUNITIES

Bagi sebagian orang, pandemi bukanlah alasan untuk mematikan kreativitas. Pergeseran permintaan akibat penerapan pembatasan sosial yang terjadi selama pandemi nyatanya memunculkan tren baru yang dapat mendatangkan arus pemasukan bagi mereka yang jeli memanfaatkan peluang. Kita pasti sudah familiar dengan langkah perusahaan kosmetik dan farmasi yang memproduksi hand sanitizer, desainer terkenal dan konveksi yang banting setir untuk memproduksi masker, warung kopi yang menyediakan varian kopi 1L untuk bisa dinikmati konsumen selama di rumah, hingga sejumlah restoran yang mengemas menu andalannya ke dalam format ready to cook atau ready to preheat.

Meski situasi pandemi ini lebih banyak membawa dampak negatif bagi iklim usaha, namun bukan berarti kondisi krisis ini hanya untuk ditangisi. Karena pada akhirnya, setiap krisis adalah momentum yang memberikan potensi pembelajaran. Hanya mereka yang menolak untuk pasrah dan mampu memanfaatkan peluang baru lah yang pada akhirnya dapat menjadi pemenang. Mereka ini lah yang layak merepresentasikan definisi entrepreneur yang sesungguhnya.

4.External Offense #2 – Be ready to CONSOLIDATE

Bagi perusahaan-perusahaan besar, langkah-langkah yang telah dipaparkan sebelumnya mungkin tidak terlalu sulit dilakukan. Pertanyaannya, bagaimana dengan UMKM? Dibandingkan dengan perusahaan besar, UMKM sesungguhnya diuntungkan dengan aset yang ramping. Adapun ketika ditinjau dari segi pendanaan, UMKM cenderung memiliki keterbatasan terhadap akses sumber dana. Keterbatasan inilah yang membatasi ruang gerak UKM, baik dalam penerapan langkah-langkah pertahanan internal maupun serangan eksternal. Misalnya terkait manajemen likuiditas, UMKM berpotensi menghadapi tantangan yang lebih besar ketika melakukan renegosiasi kontrak dalam rangka penangguhan pembayaran.

Lalu langkah apa yang dapat dilakukan UMKM agar tetap dapat memanfaatkan peluang baru meski terkendala dari segi pendanaan? Konsolidasi jawabannya. Berbeda dari anggapan umum bahwa konsolidasi horizontal untuk mengeliminasi kompetitor lah yang terpenting, para pakar berpendapat bahwa konsolidasi vertikal sama pentingnya dan justru berpotensi lebih menguntungkan dalam jangka panjang. Konsolidasi vertikal melalui kerjasama strategis dengan stakeholder yang menempati posisi sebelum (pemasok) dan sesudah (pelanggan) pada jalur rantai nilai aktivitas bisnis, berpotensi membawa sejumlah keuntungan seperti cost sharing dan platform sharing.  Konsolidasi memungkinkan masing-masing pihak untuk mengoptimalkan keunggulan kompetitif masing-masing sekaligus menciptakan kekuatan kolektif baru yang saling mendukung dan melengkapi.

" Strategi pengelolaan finansial yang dapat dilakukan oleh pengusaha selama PSBB adalah internal defense, yang berupa manajemen biaya dan manajemen likuiditas dan eksternal offense, yang berupa pencarian peluang dan konsolidasi "

Anggita Leviastuti, S.T., M.Sc. Tweet

Like this article?

Share on facebook
Share on Facebook
Share on twitter
Share on Twitter
Share on linkedin
Share on Linkedin
Share on whatsapp
Share on Whatsapp

Leave a comment

LIPSP FTI ITB

Laboratorium Inovasi dan Pengembangan Sistem Perusahaan 

email: lipspftiitb@gmail.com

Copyright @2020

logo lipsp