Panen Investasi Melalui SWF, Mungkingkah?

“Top! Baru dibentuk Jokowi, UEA investasi Rp 144 T ke SWF RI” dan “Suntikan Rp 144 Triliun untuk SWF, Buah Manis dari Telepon Jokowi dengan Pangeran Arab” adalah salah dua contoh euforia yang datang bersamaan dengan rencana pembentukan sovereign wealth fund (SWF) Indonesia yang dinamakan Indonesia Investment Authority (INA) – saya yakin Anda tidak sendiri ketika bertanya mengapa akronimnya menjadi ‘INA’ dan bukan ‘IAA’ . Dengan kegembiraan sebesar ini, tentu saja INA adalah sebuah oase di tengah badai pasir yang menerpa ekonomi negara kita sejak pandemi COVID-19 kan? Ada baiknya kita pahami dulu apa itu SWF Indonesia dan mengapa kita harus kritis pada hal ini.

Secara teori, SWF didefinisikan sebagai ‘state-owned pool of money from surplus of budget’ (Wilson, 2020). Untungnya, menteri keuangan kita pada tahun 2013, Bapak Bambang Brodjonegoro, memberikan sebuah definisi yang lebih sederhana: “SWF ini adalah tabungan negara, jadi kelebihan yang dimiliki negara diinvestasikan dengan tujuan untuk return yang lebih besar lagi” (Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, 2013). Singkatnya, SWF merupakan moda investasi milik pemerintah yang didanai dari uang yang dihasilkan oleh pemerintah. Jadi, SWF dibuat untuk mengalokasikan dana dari surplus negara yang bisa berasal dari pendapatan hasil pengelolaan sumber daya alam, perubahan nilai tukar, maupun investasi dari pihak eksternal. Lalu, kemana dana SWF tersebut dialokasikan? Secara umum SWF memiliki tujuan spesifik seperti pendanaan suatu proyek. Di Saudi Arabia misalnya, SWF telah membantu mengalokasikan surplus dari sektor minyak dan gas ke sektor lain seperti infrastruktur, petrokimia, hingga tenaga listrik. Selain itu, SWF juga dapat dilihat sebagai usaha pemerintah untuk mengantisipasi kondisi ekonomi masa depan — sama seperti orang tua kita yang menginvestasikan ‘uang dingin’ nya untuk memperoleh penghasilan tambahan dan mengantisipasi kemungkinan tidak bisa bekerja di masa depan.

Setelah paham dengan apa itu SWF, pertanyaan selanjutnya adalah: Apakah negara lain mempunyai SWF? Jawabannya, iya, banyak negara sudah mempunyai SWF-nya sendiri. Salah satu kisah sukses dari pembentukan SWF adalah Saudi Arabia. SWF di Saudi dibentuk tahun 1971 dengan nama Public Investment Fund (PIF) dengan tujuan utama diversifikasi aset. Seperti yang kita semua paham, Saudi memiliki pendapatan utama yang berasal dari sektor minyak dan gas. Pada tahun 2019, lebih dari 30% GDP Saudi berasal dari sektor tersebut. Namun demikian, Pemerintah Saudi sadar bahwa ketergantungan pada satu sektor akan meningkatkan vulnerability dari perekonomiannya sehingga mereka membentuk SWF dengan tujuan menggunakan surplus pada sektor minyak dan gas untuk mendanai sektor lain. Harapannya, sektor selain minyak dan gas akan tumbuh dan mendorong perekonomian nasional di masa depan.

Bagaimana hasilnya? PIF terbukti telah meningkatkan pertumbuhan kekayaan nasional, membuka sektor baru melalui mega investasi, membangun hubungan baik dengan negara lain, serta mempercepat alih teknologi. Dalam angka, PIF telah mengelola aset sebesar US$ 1 triliun, mendanai investasi domestik sebesar US$ 40 miliar, membuka 1,8 juta lapangan pekerjaan, serta ikut mendanai perusahaan raksasa seperti Boeing, Citigroup, Facebook, dan Disney. Contoh kesuksesan SWF di negara lain adalah GIC Private Limited milik pemerintah Singapura dan GPF-G milik pemerintah Norwegia. Let’s save this story for another time, ok.

Walaupun sebagian besar SWF di dunia kurang lebih sama suksesnya dengan SWF di Saudi Arabia, ada satu negara yang SWF nya malah berujung pada kegagalan yaitu Malaysia. Masih ingat dengan kasus 1MDB? Sederhananya, kasus tersebut merupakan skandal penyalahgunaan uang SWF Malaysia yang melibatkan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak. Kasus 1MDB menunjukkan kepada kita bahwa SWF perlu diawasi dengan baik oleh berbagai pihak agar tidak muncul penyalahgunaan.

Kita sudah tahu definisi SWF dan sepak terjangnya di negara lain, pertanyaan terakhir: Apakah INA sepenuhnya kabar baik untuk kita? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan kritis dan hati-hati karena dua alasan. Pertama, pemerintah kita pernah membuat sebuah lembaga yang awalnya digadang-gadang akan menjadi SWF-nya Indonesia, yaitu Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Didirikan pada tahun 2007, lembaga ini diamanati oleh UU no 1 tahun 2004 untuk mengelola investasi pemerintah. Sayangnya, pada tahun 2015, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku PIP gagal mengadopsi skema SWF karena keterbatasan cadangan devisa. Ia mengakui, pada saat itu, cadangan devisa kita hanya setara pembayaran utang luar negeri 6 bulan! Pada akhirnya, PIP dilikuidasi dan dilebur dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Ingat kembali bahwa SWF dibentuk dengan tujuan mengelola kekayaan negara sehingga secara umum SWF dimiliki oleh negara yang memiliki banyak surplus. Selain Indonesia, satu-satunya negara yang memiliki SWF dengan dana surplus yang minim adalah India. Lemahnya modal internal ini bisa menjadi hambatan bagi pemenuhan objektif nasional melalui SWF. Walaupun judulnya milik pemerintah, tapi dana yang dikelola SWF sebagian besar berasal dari luar negeri. Hal ini berpotensi menimbulkan backfire karena SWF harus menyisihkan uangnya untuk memberikan investment return bagi para investor. Sehingga pertanyaannya adalah: Kalau nantinya alokasi dana SWF menghasilkan kerugian, apakah pemerintah akan terus melakukan backup? Apakah pemerintah sudah menyiapkan exit strategy jika hal tersebut terjadi?

Alasan kedua berkaitan dengan manajemen puncak dari lembaga investasi tersebut. UU no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (iya, Omnibus Law) menjelaskan bahwa INA akan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Dalam operasionalnya, pengawasan akan dilakukan oleh menteri BUMN dan menteri Keuangan bersama tiga orang dari unsur profesional. Lebih lanjut, berdasarkan UU Cipta Kerja, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai Bendahara Umum Negara tetap bertugas mengelola investasi pemerintah pusat (Wardani, 2021). Jadi, kalau di-summary, sepertinya tugas pengelolaan lembaga ini akan dititikberatkan di Kemenkeu. Seems good, right? Lembaga ini akan dikelola oleh Kemenkeu yang dipimpin oleh Ibu Sri Mulyani — yang saya yakin adalah salah satu menteri terbaik di kabinet ini. Permasalahannya adalah pemilihan menteri merupakan hak prerogatif presiden sehingga sangat mungkin menteri-menteri selanjutnya tidak punya kinerja yang sama dengan menteri saat ini – you know, politics. Belajar dari 1MDB yang rugi $7,8 miliar karena ‘permainan’ antara sejumlah oknum pejabat, sudah sepatutnya kita khawatir terkait posisi manajemen puncak dari institusi ini!

Elaborasi di atas menunjukkan kepada kita bahwa SWF, selayaknya banyak hal lain di dunia ini, dapat menjadi pisau bermata dua. SWF dapat menjadi sumber pendanaan proyek-proyek strategis pemerintahan namun bisa juga menjadi sumber kekacauan seperti kasus 1MDB Malaysia. Pertanyaan yang lebih bagus untuk ditanyakan adalah: apakah negara kita sudah cukup mampu untuk menggunakan ‘pisau bermata dua’ tersebut? Lebih jauh lagi, kita sebagai masyarakat perlu menjadi lebih aware terkait institusi ini dan tidak kalut pada pemberitaan media. Percayalah, walaupun terkesan ‘jauh’ dari kita, kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui SWF akan berpengaruh pada kita sebagai masyarakat umum.

Bibliography

Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI. (2013, June 24). Lembaga Sovereign Wealth Fund (SWF) sebagai Alternatif Pembiayaan. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI. Retrieved March 31, 2021, from https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2013/06/26/101158316341541-lembaga-sovereign-wealth-fund-swf-sebagai-alternatif-pembiayaan

Public Investment Fund program 2021 – 2025, viewed 30 May 2021, <https://www.pif.gov.sa/en/Pages/publicinvestmentfundprogram.aspx#1>

Wardani, A. K. (2021, March 16). INA: “Sovereign Wealth Fund” tanpa Kedaulatan? tirto.id. Retrieved March 31, 2021, from https://tirto.id/ina-sovereign-wealth-fund-tanpa-kedaulatan-gbby

Wilson, R. C. (2020, March 14). An Introduction to Sovereign Wealth Funds. Investopedia. Retrieved March 31, 2021, from https://www.investopedia.com/articles/economics/08/sovereign-wealth-fund.asp

"SWF dapat menjadi sumber pendanaan proyek-proyek strategis pemerintahan namun bisa juga menjadi sumber kekacauan "

Aldi Dwi Putra (TI'07 & Faisal Rahmat Nuryanto (MR'07) Tweet

Like this article?

Share on facebook
Share on Facebook
Share on twitter
Share on Twitter
Share on linkedin
Share on Linkedin
Share on whatsapp
Share on Whatsapp

Leave a comment

LIPSP FTI ITB

Laboratorium Inovasi dan Pengembangan Sistem Perusahaan 

email: lipspftiitb@gmail.com

Copyright @2020

logo lipsp